I. PENDAHULUAN
Dalam ajaran Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan suci –
lalu kedua orang tua mereka yang melakukan usaha-usaha untuk menjadikan anak
tersebut menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi (Al Hadits) – Kansep manusia bersih
dan suci mengilhami para filosof mengkontruksi pemikiran tentang pola
Tabularasa ala John Locke yang kemudian mengilhami paradigma empirisme bahwa
peserta didik pada asalnya adalah sekelompok manusia yang tidak memiliki ide
atau gagasan, sehingga guru berfungsi mentransfer pengetahuan kepada peserta
didik.
Paradigma peserta didik tidak memiliki pengetahuan menjadi
factor utama mengapa guru selaly menempatkan diri sebagai pusat ilmu
pengetahuan dan mengabaikan kemampuan proses eksplorasi yang dimiliki oleh
siswa. Kesalahpahaman terhadap potensi siswa menyebabkan proses pembelajaran
tidak maksimal bahkan cenderung menghasilkan peserta didik yang apatis dan
kebingungan dalam artian seharusnya ia memperoleh lebih dari hanya sekadar
menerima pengetahuan – tetapi ia menerima metode pemahaman, pengembangan dan
pengelolaan ilmu pengetahuan atau bahkan metode eksplorasi keilmuan yang
mandiri sebagaimana yang dikembangkan oleh penganut metode inquiri.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, maka kita
membutuhkan pendekatan-pendekatan yang realible terhadap obyek pembelajaran,
karena dengan pendekatan yang tepat, kita akan mampu menyusun rencana
pembelajaran yang tepat.
II. PENGERTIAN PENDEKATAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Pendekatan Sistem
Pendekatan atau Approach dalam bahasa Inggris diartikan
sebagai “came near (menghampiri), go to (jalan ke) dan way path dengan (arti
jalan). Dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah cara
menghampiri atau mendatangi sesuatu.
Berdasarkan Word Web – kata approach dalam bentuk noun (kata
benda), berarti Ideas or actions intended to deal with a problem or situation,
misalnya kata "his approach to every problem is to draw up a list of pros
and cons" atau ia juga berarti The act of drawing spatially closer to
something seperti kalimat "the hunter's approach scattered the geese"
Dalam bentuk verb, approach berarti Come near or verge on,
resemble, come nearer in quality, or character seperti arti kalimat "His
playing approaches that of Horowitz". Terkadang approach juga berarti make
advances to someone, usually with a proposal or suggestion seperti kalimat
"I was approached by the President to serve as his adviser in foreign
matters"[1]
H.M Habib Thaha mendefiniskan pendekatan adalah cara
pemrosesan subyek atas obyek untuk mencapai tujuan. Pendekatan ini juga berarti
cara pandang terhadap sebuah obyek permasalahan, dimana cara pandang tersebut
adalah cara pandang yang luas. Sedangkan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Sc lebih
praktis dalam memahami pengertian ”pendekatan”. Pendekatan adalah apa yang
hendak ia kerjakan dan bagaimana ia akan mengerjakan sesuatu. Yang pertama
disebut dengan pendekatan pengertian ”tugas” dan yang kedua adalah pendekatan
dalam pengertian ”proses”[2]
Penggunaan istilah ”pendekatan” memiliki arti yang
berbeda-beda tergantung kepada obyek apa yang akan menjadi tema sentral
perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang akan dikembangkan. Dalam konstek
belajar, approach dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan
peserta didik untuk menunjang efesiensi dan efektifitas dalam proses
pembelajaran tertentu. Dengan demikian sesungguhnya approach adalah seperangkat
langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa, untuk memecahkan masalah
atau untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Sudah barang tentu approach dalam pengertian tersebut
membutuhkan pandangan falsafi (mendasar) terhadap subyek matter yang diajarkan,
selanjutnya akan melahirkan metode mengajar yang dijabarkan dalam bentuk tehnik
penyajian pembelajaran.
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen
(elemen) yang saling berhubungan satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan
tertentu. Keberhasilan sebuah perencanan sangat tergantung bagaimana seseorang
tersebut membuat system yang akan menjadi format aktifitas dalam mewujudka
sebuan tujuan. Oleh sebab itu untuk menentukan system yang bagus diperlukan
sebuah analisis system (system analyisis).
Sistem analisis adalah sebuah proses kajian yang sangat
detail berkaitan dengan elemen sebuah perencanaan atau system itu sendiri,
termasuk didalamnya adalah tujuan kegiatan, hasil yang akan dicapai dan
hubungan timbal balik antar elemen tersebut. Dengan kata lain analisis system
adalah kerangka dasar metode berfikir untuk memecahkan masalah atau sesuatu
persoalan[3].
Analisis system sekurang-kurang dilakukan terhadap tiga
komponen utama, yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output) Yang dapat
digambarkan sebagai berikut
INPUT
(MASUKAN)
OUTPUT
(KELUARAN)
PROSES
UMPAN BALIK/FEEDBACK
Input adalah materi mentah yang menjadikan system itu
beroperasi atau melakukan proses. Proses merupakan kegiatan-kegiatan dalam
mengolah input, sedangkan output adalah keluaran yang berupa hasi; dari proses.
Terkadang hasil dari sebuah proses yang dilakukan terjadi ketidakpuasan atau
kurang memenuhi target yang ditetapkan dalam sebuah system, sehingga perlu ada
analisis dan koreksi terhadap output sebuah proses berupa feedback.
Untuk menindaklanjuti feedback sekalligus untuk mengukur
sebuah output tersebut memuaskan atau bahkan tidak memuaskan, maka diperlukan
parameter yang jelas dan ditetapkan sebelum sebuah system tersebut menerima
input, melakukan proses dan menghasilkan output, misalnya dengan menetapkan :
1. Tujuan yang ingin dicapai
2. Input yang akan masuk (diinginkan)
3. Bagaimana proses pengelolaan input (materi yang akan
diberikan kepada input, cara menanganinya, dan alat-alat yang digunakan)
4. Bagaimana melakukan penilaian terhadap output, dan
5. Bagaimana melakukan perbaikan terhadap output.
Pendekatan system berarti menentukan cara memproses sebuah
obyek oleh subyek dengan system yang telah ditentukan pula. Pendekatan system
dewasa ini dianggap lebih rasional dan efektif untuk memperoleh output yang
baik dalam sebuah proses pembelajaran. Sistem yang baik dalam proses akan
membantu mencapai hasil yang maksimal walau mungkin input yang diperoleh kurang
bagus – mengapa demikian. Kemampuan analisis system yang baik terhadap input
akan membantu menemukan cara untuk melakukan pemrosesan input. Pembelajaran
yang dilakukan tanpa didahului oleh proses pendekatan terhadap obyek atau
peserta didik akan menyebabkan guru mengalami keterbatasan dalam menetapkan
metode atau bahkan strategi dalam proses pembelajaran.
Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. menggambarkan kerangka pendekatan
system sebagai berikut[4] :
RESTRICTION
Obyektives
Performance Standard
Constraint
PROSES
INPUT
OUTPUT
UMPAN BALIK/FEEDBACK
Pada pendekatan system tersebut dapat dilihat bahwa apa yang
ingin dicapai (Restriction) merupakan dasar analisis suatu system. Restriction terumuskan
dalam bentuk tujuan (Objectives), standar prilaku yang diharapkan (Performance
standart) dan juga kemungkinan hambatan dalam mencapai tujuan (Constraint).
Berdasarkan pada tujuan system, maka dirumuskan input yang ingin diciptakan
sesuai dengan tujuan. Masukan diproses sehingga menghasilkan keluaran (output)
tertentu. Hasil evaluasi terhadap output dijadikan feedback sebagai bahan
perbaikan atau revisi.
B. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan sebagaimana yang telah dijelaskan merupakan
proses pendefinisian tujuan dan bagaimana untuk mencapainya. Artinya ia lebih
banyak menetapkan output yang ingin dicapai, mengartikulasikannya dalam bentuk
strategi, taktik. Operasi yang diperlukan untuk mencapainya.
Drs. Atang Widjaja Tunggal membagi perencanaan menjadi dua,
yaitu perencanaan formal (formal planning) dan perencanaan tidak formal
(informal Planning). Perencanaan tidak formal merupakan proses secara intuitif
memutuskan tujuan-tujuan dan aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk mencapai
tujuan tersebut, tanpa penyelidikan yang kaku dan sistematis. Sedangkan
perencanaan formal adalah proses mengguanakan investigasi dan analisiss system
untuk menentukan tujuan, aktifitas atau strategi yang digunakan untuk mencapai
tujuan, dan secara formal mendokumentasikan ekspektasi organisasi[5]
Dalam setiap perencanaan, seseorang sekurang-kurangnya akan
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Apa yang akan dicapai
2. Dengan cara apa akan dicapainya
3. Alasan-alasa apa yang digunakan untuk menentukan cara-cara
pencapaian itu
4. Kapan hal tersebut tercapai
5. Bagaimana pentahapan cara penyelesaiannya
6. Siapa yang akan melaksanakannya
7. Bilamana dan bagaimana akan mengadakan penilaian
8. Kemungkinan-kemungkinan apa yang kiranya dapat
mempengaruhi pelaksanaan
9. Bagaimana mengadakan penyesuaian dan perubahan rencana
dan sebagainya[6].
Dengan demikian perencanaan menjadi suatu yang sangat
mendasar dan menentukan keberhasilan suatu program, karena ia menyangkut
penentuan tujuan, aktifitas atau proses untuk mencapai tujuan baik menyangkut
siapa yang melakukan, tahapan penyelesaian dan alat atau instrument apa yang
digunakan untuk mencapainya sekaligus ditentukan pula evaluasi hasil sebuah
aktifitas.
Perencanaan dalam pembelajaran berarti menentukan tujuan,
aktifitas dan hasil yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
berasal dari kata "ajar" dan kemudian dalam ilmu pendidikan klasik
dikenal dengan istilah "mengajar". Kata mengajar memiliki 3 arti
yaitu menyampaikan pengetahuan pada anak, menyampaikan pengetahuan dan
kebudayaan pada anak dan mengatur aktifitas lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Drs. Abu Ahmadi menjelaskan bahwa pengertian mengajar yang
berarti menamankan pengetahuan dan kebudayaan pada siswa akan melahirkan system
"teacher centered" dimana guru menjadi actor utama, sedangkan
mengajar yang berarti membentuk lingkungan sehingga terjadi proses belajar akan
mengarahkan pada system "pupil centered" yang berarti guru hanya
menjadi fasilitator dan pembimbing[7].
Dalam perspektif lainnya, praktek pembelajaran yang
dilakukan oleh guru terhadap murid, terbagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Pengajaran - guru yang mengajar dengan cara menyampaikan
pelajaran semata-mata. Guru biasanya berdiri di depan kelas, mengahadapi siswa
dan menjelaskan materi pelajaran. Siswa duduk dengan rapi, mendengarkan dan
mencatat uraian guru, dihafalkan agar kelak dapat menjawab pertanyaan dengan
baik jika diadakan ulangan. Sistem pengajaran tersebut bersifat pasif (tidak
ada dinamika pemikiran) dan verbalistic (disampaikan dengan lisan). Secara
sederhana situasi pengajaran demikian digambarkan dengan "DUDUK, DENGAR, CATAT
DAN HAPALKAN".
2. Pembelajaran – guru yang mengajar dengan menciptakan
situasi dan kondisi belajar yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman
belajar sesuai dengan tujuan artinya ia tidak hanya mengetahui meteri pelajaran
tetapi ia juga mampu memahami, menerapkan suatu konsep atau memiliki
ketrampilan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Guru dalam kelompok pembelajaran bertindak sebagai
fasilitator, pemberi motivasi dan rangsangan, pembimbing dan konsultan terhadap
kesulitan yang dihadapi siswa serta mengarahkan proses pada tujuan yang telah
ditetapkan. Siswa menjadi lebih aktif dengan melakukan diskusi, latihan,
eksperimen atau proses discoveri keilmuan.
3. Pembelajaran bebas – guru berperan sebagai pembimbing
siswa dalam pembelajaran. Siswa memilih materi pembelajaran apa yang akan
dipelajari sesuai dengan minat dan pilihannya serta bagaimana cara
mempelajarinya[8].
Dengan definisi tersebut, maka penggunaan pembelajaran
dinilai lebih baik di-bandingkan dengan "mengajar". Mengajar hanya
menjadikan siswa sebagai kelompok yang tidak memiliki ilmu dan diberlakukan
sebagai obyek bodoh dan pasif sedangkan guru bertindak sebagai kelompok super
yang tidak mungkin salah. Pembelajaran mengambil sisi baik dari proses mengajar
dan memberikan ruang yang luas bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan
secara mandiri. Hal teersebut didukung dengan kemajuan ilmu peengetahuan dan
teknologi yang memungkinkan siswa memperoleh keluasan materi pelajaran dari
sumber lainya selain guru mata pelajaran, misalnya buku, artikel atau melakukan
browsing di internet berkaitan dengan mata pelajaran tersebut. Guru sebagai
penyampai materi pelajaran juga dapat melakukan improvisasi dengan metode
pembelajaran yang beraneka ragam sesuai dengan stressing mata pelajaran
tersebut.
III. URGENSI PENDEKATAN SISTEM PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Dalam perkembangan pendidikan modern – pendidikan dilakukan
dengan proses yang sistematis dan sangat terencana, hal tersebut dimungkinkan
karena perkembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif. Siswa tidak lagi dianggap
sebuah obyek bodoh yang mati, tetapi ia telah memiliki bekal ilmu pengetahuan
baik yang diperoleh dari jenjang pendidikan sebelumnya atau berasal dari
eksplorasi keilmuan secara mandiri, sedangkan guru hanya berfungsi sebagai
salah satu sumber ilmu dan moral. Disamping itu terdapat prinsip bahwa
pembelajaran sebenarnya bukan aplikasi dari apa yang di kehendaki oleh guru
tetapi apa yang dikehendaki oleh peserta didik.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka perencanaan pembelajaran
menjadi bangunan awal sebuah proses pembelajaran. Sebagai bangunan awal proses
pembelajaran, perencanaan harus dibuat dengan memperhatikan input dan out put
yang hendak dicapai sekaligus didalamnya memuat aktifitas atau proses untuk
mencapainya.
Pendekatan system perencanaan pembelajaran sangat penting
bagi proses pembelajaran, karena disana terdapat arahan yang menunjukkan cara
atau metode yang digunakan untuk memproses input sehingga menghassilkan output
yang baik. Secara umum dapat kita sarikan kepentingan pendekatan system
perencanaan pembelajaran sebagai berikut :
Dapat memberikan arahan tentang tujuan dalam system
pembelajaran yang akan dilakukan oleh seorang guru.
Dapat memberikan petunjuk tentang materi pembelajaran
Menjelaskan tentang kegiatan yang harus dilakukan sebagai
komponen system pembelaajaran.
Memberikan penjelasan tentang cara, metode dan alat yang
akan digunakan dalam proses pembelajaran
Dapat melakukan proses evaluasi sebagai dasar feedback.
Perencanaan pembelajaran berarti menentukan tujuan yang
ingin dicapai dalam suatu proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan
penggambaran tentang perubahan-perubahan yang diharapkan dari siswa. Robert F.
Merger menjelaskan bahwa tujuan merupakan deskripsi pola-pola prilaku atau performance
yang diinginkan dapat didemons-trasikan siswa. Agar rumusan tujuan
menggambarkan totalitas keinginan dan kepentingan pembelajaran, maka diperlukan
standar operasional yaitu
menyatakan prilaku yang akan dicapai
membatasi kondisi perubahan perilaku yang dininginkan, dan
menyatakan kreteria perubahan perilaku dalam arti
menggambarkan standar perilaku minimal yang dapat diterima sebagai hal yang
dicapai [9]
sedangkan materi pelajaran adalah isi dari proses yang harus
dipelajari dalam proses pembelajaran – agar materi pelajaran sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai, maka materi pelajaran harus mempunyai ruang lingkup
dan urutan yang jelas. Hal tersebut akan memudahkan kita dalam menentukan
metode atau kegiatan yang akan kita tetapkan dalam proses pembelajaran. Dalam
proses penetapan metode, seorang guru harus memperhatikan ragam metode yang
mungkin dapat digunakan, menetapkan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu
dilakukakan agar mencapai efesiensi dan menetapkan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh Guru dan Siswa.
Materi pelajaran dalam perencanaan pembelajaran harus
mengacu pada kurikulum, sehingga tidak berlebihan jika kemudian perencanaan
pembelajaran diidentikkan dengan kurikulum. Beberapa pakar pendidikan
memberikan kesimpulan yang hampir sama berkaitan dengan kedudukan kurikulum
dalam system perencanaan pembelajaran – kurikulum diartikan menjadi 3 hal yaitu
:
Kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran – karena
didalamnya berisi tentang materi yang ingin disampaikan atau ditempuh oleeh
siswa untuk memperoleh ijazah atau mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu
lembaga pendidikan.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang akan diperoleh
siswa dari sekolah artinya kurikulum tersebut menjelaskan bahwa pengalaman
belajar yang akan diperoleh tidak lepas dari apa yang telah disajikan dalam
kurikulum tersebut.
Kurikulum diartikan sebagai rencana belajar siswa – artinya
dengan melihat kurikulum tersebut siswa secara mandiri dapat melakukan
pembelajaran atau mengeksplorasinya sendiri dengan sumber belajar yang juga
disebutkan dalam kurikulum tersebut[10].
Kurikulum sebagai bagian integral dari perencanaan
pembelajaran berisi tentang rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
materi pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Sudah barang tentu
keberadaan kurikulum menambah arti penting perencanaan pembelajaran dalam
sebuah system pendidikan itu sendiri.
IV. MODEL DAN POLA PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan digunakan dalam pembelajaran berorientasi agar
siswa sedikit banyak mengambil peran dari guru – artinya peran guru bergeser
dari "menentukan apa yang dipelajari" menjadi "bagaimana
menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa". Pengalaman belajar
diperoleh dari serangkaian kegiatan siswa baik studi kepustakaan, eksperimen
dan interaksi siswa dengan lingkungannya, siswa dengan temannya, dan nara
sumber lain.
Dalam proses perencanaan pembelajaran terkandung juga
kegiatan yang akan dilakukan oleh seorang guru terhadap peserta didik, karena
pendekatan sangat menentukan interaksi antara guru dan siswa. Pendekatan yang
dapat digunakan secara garis besar adalah[11] :
A. Pendekatan imposisi atau ekspositoris yaitu pendekatan
dengan ciri guru me-nyampaikan materi pembe-lajaran dengan penuturan atau
dengan melontarkan (ekspositoris) materi pembelajaran. Metode ini berkembang
dari fakta empiris yang menyatakan bahwa manusia pada mulanya tidak memiliki
ide atau pengetahuan apa-apa sebagaimana yang dikembangkan oleh John Locke
dengan filosofi "Tabula Rasa" – lalu guru bertindak sebagai supliyer
ilmu kepada siswa.
B. Pendekatan Teknologis yaitu pembelajaran dengan
menggunakan perangkat (wares), baik berupa perangkat benda atau perangkat keras
(hardware), misalnya Radio, Televisi, atau komputer dan perangkat program
(software).
C. Pendekatan Personalisasi yaitu pembelajaran dengan
meengarahkan pada siswa untuk menentukan apa yang ingin dipelajari, sehingga
yang bersangkutan mempertahankan keunggulan yang semula sudan dimiliki dan
mengembangkannya sesuai dengan dasar-dasar yang sudah dimiliki. Dalam proses
pembelajaran, siswa diarahkan pada prinsip saling membutuhkan, aktif dan jiwa
kemandirian. Proses pembelajaran dengan pendekatan personalisasi didasarkan
pada filosofi progresifistis yang berpandangan bahwa manusia pada asalnya
adalah baik dan aktif.
D. Pendekatan Interaksional yaitu proses pembelajaran dengan
pola terjadinya interaksi yang seimbang antara guru dan siswa. Guru aktif dalam
memberi rangsangan maupun jawaban, demikian juga siswa. Guru senantiasa
melemparkan permasalahan yang terformat dalam media pembelajaran, sehingga
siswa terlatih kemampuannya untuk memecahkan masalah melalui penggunaan
argumentasi verbal.
E. Pendekatan konstruktivis yaitu proses pembelajaran dimana
siswa melakukan preposisi yang sederhana dengan mengkonstruk pengertian
terhadap dunia tempatnya hidup. Manusia membangun pengetahuan melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Untuk melakukan pendekatan konstruktivis, seseorang harus
memahami prinsip-prinsip kontruktifitas yaitu
1. masalah yang sesuai dengan kehidupannya,
2. ppenataan belajar pada konsep primer/utama,
3. menjajaki dan menghargai pendapat siswa,
4. kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dan
5. menilai belajar siswa dalam konsteksi mengajar.
Jika kita menggunakan metode konstruktivis, maka
sesungguhnya kita telah melakukan kegiatan :
1. mengaktifkan kembali pengetahuan yang sudah ada
(activiting knowlidge),
2. memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowlidge),
3. pemahaman pengetahuan (understanding konwlidge),
4. mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman (applying
konwlidge), dan
5. melakukan refleksi pengetahuan (reflecting konwlidge).
F. Pendekatan Inquiri adalah pemberian mateeri pembelajaran
pada siswa untuk menangani permasalaha yang mereka hadapi ketika berhadapan
dengan dunia nyata melalui proses penelitian. Siswa sebagai peneliti, maka ia
harus melakukan prosedur mengenali permasalahan, menjawab pertanyaan, melakukan
research dan investigasi dan menyiapkan kerangka berfikir, hipotesis, dan
penjelasan kompatibel dengan pengalaman pada dunia nyata.
G. Pendekatan Pemecahan Masalah – yaitu pembelajaran dengan
titik tekan untuk mengembangkan higher order thinking skills (kerangka
ketrampilan berfikir tingkat tinggi) melaui proses solving atau pemecahan
masalah. Pendekatan Pemecahan Masalah akan merangsang siswa mampu menjadi :
1. Eksplorer (mencari penemuan baru)
2. Inventor (mengembankan gagasan/ide dan pengujian baru
yang inovatif
3. Desainer (mengkreasi rencana dan model baru)
4. Desicion maker (pengambil keputusan dengan melatih
menetapkan pilihan yang bijaksana.
5. Komunikator (mengembangkan metode dan teknik untuk
bertukar pemikiran dan berinteraksi
Dalam perspektif pembelajaran Qur'ani – ditemukan beberapa
pola atau model pendekatan yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran
pendidikan agama Islam adalah :
A. Pendekatan Pengalaman – yaitu pemberian pengalaman
keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan
baik secara individual maupun kelompok. Pengalaman adalah suatu hal yang sangat
berharga dalam kehidupan manusia – Syaiful Bachri Djamrah menjelaskan bahwa
pengalaman adalah guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga[12].
Al Qur’an memberikan contoh yang sangat jelas bagaimana
pendekatan pengalaman dipakai dalam memberikan pelajaran dan peringatan kepada
semua manusia agar mereka tidak terjerumus dalam situasi dan perbuatan yang
sama –misalnya bagaimana Allah menjadikan jasad Fir’aun sebagai sumber
pelajaran dengan pola pendekatan pengalaman. Firman Allah dalam Al Qur’an Surat
Yunus ayat 92[13]
Artinya :” Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu[704]
supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”.
Sedemikian pentingnya pendekatan pengalaman dalam
pembelajaran pendidikan Islam, sehingga Allah berkali-kali memerintahkan umat
Islam atau manusia pada umumnya untuk mencari pengalaman dengan mengkaji
riwayat bangsa-bangsa terdahulu dan terus menerus melakukan kajian terhadap
bekas tempat tinggal dan kehidupan mereka, juga dengan berbagai peristiwa alam
yang terjadi dalam kehidupan kita – sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an
Surat Yunus ayat 39 dan 73[14]
Artinya :”bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa
yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna Padahal belum datang kepada
mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah
mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim
itu”.
Artinya :”lalu mereka mendustakan Nuh, Maka Kami selamatkan
Dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka
itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang
diberi peringatan itu”.
Metode mengajar yang dapat dipakai dalam pendekatan
pengalaman, diantaranya adalah metode eksperimen (percobaan), metode drill
(latihan), metode sosiodrama dan bermain peran, dan metode pemberian tugas
belajar dan resitasi dan lain sebagainya.
B. Pendekatan Pembiasaan – pembiasaan adalah suatu tingkah
laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan
berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Pembiasaan pendidikan memberikan
kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik
secara individu maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari[15].
C. Pendekatan Emosional – yaitu usaha untuk mengubah
perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat
merasakan mana yang baik dan yang buruk. Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada
dalam diri manusia – emosi erat kaitannya dengan perasaan manusia. Seseorang
yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu; baik perasaan jasmaniah,
maupun perasaan rokhaniyah. Di dalam perasaan rokhaniyah tercakup perasaan
intelektual, perasaan estetis dan perasaan etis, perasaan sosial dan perasaan
harga diri. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka akan menjadi bangunan
emosi atau perasaan mereka.
D. Pendekatan Rasional – adalah suatu pendekatan
mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan
Allah. Ajaran agama Islam sebagian harus diyakini tanpa ada interpretasi karena
memang ajaran tersebut ”ghairu ma’qul”, tetapi dalam konteks yang lain terdapat
ajaran yang harus dicerna dengan pendekatan rasio.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia,
penciptaan alam semesta, kekayaan dan keragaman hayati dan aspek-aspek lain dari
keindahan tata ruang angkasa – membutuhkan kecermelangan rasio untuk
memahaminya. Out put pemahaman dengan pendekatan rasio terhadap keajaiban alam
menjadikan manusia bertambah keimanannya – mereka yang mampu menggunakan rasio
alam memahami kekuasaan dan kebesaran Allah tersebut dikenal dengan ”Ulul
Albab” sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Ali Imron ayat
190-191[16].
Artinya :”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal”, ”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.
Perintah menggunakan akal sebagai alat eksplorasi keilmuan
dan keimanan menjadi begitu penting karena akal adalah pintu utama masuknya
ilmu pengetahuan dan dengan akal pula manusia mampu memikirkan kebesar-an dan
kekuasaan Allah, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Rum ayat 8[17].
Artinya :”dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang
(kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang
ditentukan. dan Sesungguhnya keba-nyakan di antara manusia benar-benar ingkar
akan Pertemuan dengan Tuhannya”.
E. Pendekatan Fungsional – adalah usaha memberikan materi
agama dengan menekankan pada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pendekatan
fungsional dilakukan di sekolah karena dinilai dapat menjadikan agama lebih
hidup dan dinamis. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode
latihan, ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan demonstrasi.
F. Pendekatan Keteladanan – adalah memperlihatkan
keteladanan, baik yang langsung melalui penciptaan kondisi, pergaulan yang
akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain
yang mencermin-kan akhlaq terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan
ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan[18].
Secara natural, seorang anak dibekali kemampuan untuk
mengidentifikasi, mengasosiasi dan bahkan meniru apa yang pernah dilihat atau
dijumpainya. Oleh sebab itu diperlukan public figur yang baik (berakhlaqul
karimah) karena anak tersebut akan menjadikannya sebagai bahan rujukan untuk
memerankan dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Keteladanan yang paling baik adalah meneladani perilaku dari
Rasulullah artinya bagaimana Rasulullah mendidik, bergaul, memimpin umat Islam
dan beribadah kepada Allah sebagai wujud syukurnya atas karunia Allah
kepadanya. Tidak ada keteladanan yang lebih baik dari pada keteladanan yang
dicontohkan oleh Rasulullah sebagaimana firman Allah dal Al Qur’an Surat al
Akhzab ayat 21[19]
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
G. Pendekatan Terpadu – adalah pendekatan yang dilakukan
dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak beberapa pendekatan,
yaitu pendekatan keimanan (akidah), pengalaman (experient), pembiasaan,
rasional (akliah), emosional (gejolak kejiwaan), fungsional (nilai kegunaan)
dan keteladanan (uswah).
V. PENUTUP
Pendekatan system dalam pembelajaran menjadi tolok ukur
kinerja seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran kepada siswa, karena
didalamnya tergambar secara jelas keinginan, aksi dan hasil yang ingin dicapai
oleh seorang guru.
Aplikasi dari perencanaan pembelajaran dapat dituangkan
dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang sifatnya lebih teknis aplikatif.
Oleh sebab itu konsep perencanaan pembelajaran dan pendekatan system yang
digunakan dalam penyusunan perencanaan pembelajaran akan menentukan tindak
lanjut dari proses pembelajaran tersebut.
Daftar Pustaka
[1] Software “Word Web” (soft ware untuk mencari arti
kalimat dalam bahasa Inggris)
[2] Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Sc, “Administrasi Pendidikan
Dasar Teoristis untuk Praktek Profesional” (Bandung, Angkasa, 1983), 35-36
[3] Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. Perencanaan
Pembelajaran" ( Bandung, CV Wacana Prima, 2008) , 69
[4] Ibid , 69
[5] Drs. Amin Widjaja Tunggal, AK.MBA, "Manajemen Suatu
Pengantar",( Jakarta, Rineka Cipta, 1993), 141-142.
[6] Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc, "Administrasi dan
Supervisi Pendidikan", (Jogjakarta, Aditya Media, 1993), 51
[7] Drs. Abu Ahmadi, "Didaktik Metodik",
(Semarang, Penerbit CV. Thoha, 1978), 8
[8] Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, "Metode
Pembelajaran" (Bandung, Penerbit CV. Wacana Prima, 2008), 1-2
[9] Dra. Sumiati dan Asra, M.Ed, "Metode
Pembelajaran", 10-11
[10] Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd. "Perencanaan
Pembelajaran", 5-8
[11] Ibid, 43 - 49
[12] Syaiful Bachri Djamrah dan Aswan Zain, “Strategi
Belajar Mengajar”, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1997), 70
[13] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahanya”,
320-321
[14] Ibid, 313 dan 318
[15] Syaiful Bachri Djamarah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar
Mengajar”, 70
[16] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahannya”,
109-110
[17] Ibid, 642
[18] Ramayulis, “Pengantar Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta,
Kalam Mulia, 1994), 181
[19] Departemen Agama RI, “Al Qur’an dan Terjemahannya”, 670